Friday, December 17, 2010

Study Kasus Strategi Bersaing Pada PT. Sosro

1.FAKTA
Masyarakat Indonesia sangat doyan minuman teh. Hasil survei oleh berbagai lembaga riset antara lain AC Nielsen, MARS dan SWA, sejak tahun 1999 hingga kini menunjukkan, tingkat penetrasi pasar untuk teh mencapai lebih dari 95 persen. Itu artinya, minuman teh nyaris telah atau pernah dikonsumsi oleh setiap anggota masyarakat. Bahkan riset dari MARS di lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Semarang, menunjukkan, penetrasi pasar oleh minuman teh lebih tinggi dari minuman kopi yang hanya dikonsumsi oleh 79 persen penduduk Indonesia khususnya di perkotaan. Meski belum ada data atau statistik yang pasti, namun persentase terbesar dari penjualan teh masih dipegang oleh teh bubuk, lalu disusul oleh teh dalam kemasan botol dan selanjutnya teh dalam kemasan lain seperti teh celup, tehinstan,danlain-lain. Membicarakan produk teh dalam kemasan botol, selama hampir satu dekade hanya ada satu nama yang melekat, yaitu Sosro. Boleh percaya, boleh tidak, jika untuk produsen teh seperti PT Duta Serpack Inti (DSI) kontribusi terbesar bagi pemasukan perusahaan berasal dari produk teh bubuk dan sebagian kecildaritehcelup. Namun pada Sosro justru kontribusi terbesar datang dari penjualan teh botol. Sulit mendapatkan statistik yang pasti, namun dengan fakta di lapangan di mana hampir setiap toko, kantin, warung pinggir jalan, semuanya menjual produk teh botol, diperkirakan lebih dari 90 persen pemasukan Sosro adalahdaritehbotol. Distribusi Sosro mencakup hampir seluruh wilayah nasional mulai dari Batam, Jabotabek, Jabar, Jatim, hingga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan teh dalam kemasan botol Sosro diekspor ke Australia, Vietnam, Brunei DarussalamdanAmerikaSerikat. Ditilik dari siklus hidupnya, produk teh botol Sosro telah berada pada fase mature. Menyadari ini, Sosro pun mengantisipasi dengan meluncurkan Fruit Tea, minuman teh dalam kemasan botol dengan campuranrasadanaromanonjasmine. Sejak diluncurkan 2-3 tahun silam, tampaknya respons masyarakat terhadap produk Fruit Tea, semakin baik. Pengamatan SH selama ini, jika dulunya belum banyak warung yang menjual produk Fruit Tea, namun kini di mana ada teh botol Sosro, di situ pula dijual Fruit Tea. Freshtea Belakangan, dalam kurun waktu satu setengah tahun terakhir, dominasi Sosro mulai “digoyang” oleh masuknya pemain baru di bisnis minuman teh dengan nama besar bahkan mendunia. PT Coca Cola Amatil Indonesia meluncurkan produk teh dalam kemasan botol dengan nama Freshtea. Belakangan, untuk menjangkau segmen konsumen yang lebih besar lagi, di akhir tahun 2002 Coca-Cola menyediakan Freshtea dalam kemasan kotak yang diistilahkan sebagai kemasan santai. Mengutip ucapan dari Sanjay Guha, Managing Director PT Coca-Cola Indonesia, pasar minuman siap saji khususnya teh di Indonesia belum berkembang. Pihaknya melihat ini merupakan potensi besar yang dapat dikembangkan. “Teh adalah minuman yang sangat populer dan sudah menjadi tradisi bagi bangsa Indonesia. Kami memiliki komitmen untuk mempersembahkan kepada konsumen minuman teh siap saji yang berkualitas dengan cita rasa terbaik,” katanya. Apalagi sebutnya, konsumsi produk Coca-Cola di Indonesia baru mencapai jumlah 19 porsi saji per kapita per tahun dan termasuk yang paling rendah di Asia. Dia berharap, kehadiran Freshtea dapat meningkatkan konsumsi tersebut dan pada gilirannyameningkatkanrevenueperusahaan. Di tempat terpisah, Bambang Chriswanto, National Corporate Affairs Manager PT Coca-Cola Amatil Indonesia mengatakan, tujuan pihaknya menyediakan Freshtea dalam kemasan santai tak lain ingin memberikan alternatif pilihan bagi konsumen terutama konsumen yang memiliki karakteristik aktif dan kerap melakukan perjalanan.“Awalnya kita memang hanya menyediakan Freshtea dalam kemasan isi ulang atau botol. Namun seiring dinamika kebutuhan konsumen yang memiliki karakteristik seperti disebutkan di atas, kami melihat bahwa konsumen perlu diberialternatif,”katanya. Ditambahkan, gaya hidup konsumen dalam menikmati teh ternyata telah berubah. Di sela-sela kegiatan aktifnya seperti berwisata konsumen masih ingin menikmati teh. Oleh karena itu Freshtea melihat ini sebagai peluang yang tidak cocok dimasuki Freshtea kemasan isi ulang yang relatif ada kekurangannya dari segi kepraktisan.Dari 10 pabrik yang memproduksi Freshtea, baru pabrik di Cibitung, Bekasi, yang menghasilkan kemasan santai dengan kapasitas produksi 1000 kemasan per menit. Bambang mengatakan, respon konsumen terhadap Freshtea dalam kemasan santai cukup baik, yang terefleksi pada pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi kendati belum bisa menyamai penjualan Freshtea dalam kemasan isi ulang. Namun ini katanya semata-mata hanya masalah timing. “Soalnya, kemasan isi ulang lebih dulu hadir ketimbang kemasan santai. Ke depan, bukan tidak mungkin keduanya akan sama besarnya,” kata Bambang.Boleh dikata, kini Coca Cola bersaing head to head dengan Sosro yang mengusung teh botol dan Fruit Tea. Distribusi atau ketersediaan (availability) menjadi kunci sukses pemasaran. Sosro dikenal memiliki jaringan distribusi yang sangatmengakar. Survei AC Nielsen beberapa waktu lalu menemukan availability Sosro mencapai 100 persen. Namun Coca-Cola juga tidak kalah kuat dalam saluran distribusi. Database Coca-Cola diketahui memiliki ratusan ribu warung pinggir jalan yang siap menjajakan produk Coca-Cola termasuk Freshtea. Maka menarik melihat persaingan di antara kedua pemain besar ini. Tinggal siapa yang menang dan siapa yang terjungkal.
2.ANALISA KASUS
Subsektor agroindustri memenuhi syarat sebagai industri yang memiliki daya saing yang kuat dalam jangka panjang dan dapat menyerap tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Subsektor agroindustri merupakan jembatan yang kokoh untuk menghubungkan sektor pertanian yang tangguh dan sektor industri yang maju. Potensi sumber daya alam Indonesia, luas lahan yang ada, kondisi alam, serta letak Indonesia yang berada di kawasan tropis merupakan keunggulan bagi negara kita untuk mengembangkan agroindustri.
Keadaan tersebut memungkinkan untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan agroindustri, dari sekian banyak perusahaan terutama yang bergerak dibidang agroindustri, PT. Sinar Sosro merupakan salah satu contoh perusahaan terbaik yang sukses mengolah minuman ringan (Soft drink) teh, salah satu produk yang dihasilkan ialah teh dalam kemasan botol dengan merk Teh Botol Sosro.
Sejak terjadinya krisis ekonomi moneter sejak bulan Juli 1997 yang menimbulkan berbagai perubahan dalam lingkungan perusahaan. Pada masa kondisi ini Sosro terpaksa menaikkan harga produk Teh Botol Sosro karena sebagian komponen Teh Botol Sosro masih menggunakan bahan baku impor, selain itu pada kondisi ini Sosro menghadapi suatu masalah baru yaitu menurunnya daya beli konsumen dan munculnya ancaman dari perusahaan pesaing yaitu Teh Hi-Ci, Teh Kita, Teh Bintang, Teh Giju, dan Teh 2 Tang yang mengancam pangsa pasar Sosro dengan cara mencoba masuk pada jalur distribusi Sosro. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak langsung situasi krisis terhadap volume penjualan Teh Botol Sosro kemudian juga untuk mengetahui strategi dan taktik pemasaran yang dilakukan oleh pihak Sosro di PT. Saranasangga Mekarluhur-Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara sengaja (purposive) kepada nara sumber yang bergerak pada bidang pemasaran di PT. Saranasangga Mekarluhur-Jawa Barat, serta melalui observasi langsung di wilayah Bandung, selain itu untuk gambaran penjualan Teh Botol Sosro pada periode sebelum masa krisis (tahun 1995-1997) dan pada masa krisis (tahun 1997-2001) digunakan analisis Trend dengan menggunakan analisis Trend debgab persamaan Y = a bx.
Periode sebelum krisis (tahun 1995-1997) menghasilkan persamaan dan pada periode masa krisis (tahun 1998-2001) menghasilkan persamaan garis . Jika dilihat nilai b pada kedua periode tersebut terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu mencolok, hal ini membuktikan bahwa perusahaan Sosro mampu mempertahankan pertumbuhan penjualannya walaupun pada masa krisis. Dari hasil penelitian di PT. Saranasangga Mekarluhur sebagai perwakilan Sosro di Bandung, tetap memilih bertahan, menitikberatkan aktivitas pemasaran pada sasaran yang telah dikuasai (pelanggan), begitu pula dengan strategi dan taktik pemasaran Sosro dalam situasi krisis juga ditekankan pada upaya mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Selain itu pihak Sosro juga selalu memantau otlet-otlet Sosro dari pengaruh pesaing (competitor) yang berniat menggantikan Teh Botol Sosro.
DeskripsiAlternatif : Subsektor agroindustri memenuhi syarat sebagai industri yang memiliki daya saing yang kuat dalam jangka panjang dan dapat menyerap tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Subsektor agroindustri merupakan jembatan yang kokoh untuk menghubungkan sektor pertanian yang tangguh dan sektor industri yang maju. Potensi sumber daya alam Indonesia, luas lahan yang ada, kondisi alam, serta letak Indonesia yang berada di kawasan tropis merupakan keunggulan bagi negara kita untuk mengembangkan agroindustri. Keadaan tersebut memungkinkan untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan-bahan agroindustri, dari sekian banyak perusahaan terutama yang bergerak dibidang agroindustri, PT. Sinar Sosro merupakan salah satu contoh perusahaan terbaik yang sukses mengolah minuman ringan (Soft drink) teh, salah satu produk yang dihasilkan ialah teh dalam kemasan botol dengan merk Teh Botol Sosro.
Sejak terjadinya krisis ekonomi moneter sejak bulan Juli 1997 yang menimbulkan berbagai perubahan dalam lingkungan perusahaan. Pada masa kondisi ini Sosro terpaksa menaikkan harga produk Teh Botol Sosro karena sebagian komponen Teh Botol Sosro masih menggunakan bahan baku impor, selain itu pada kondisi ini Sosro menghadapi suatu masalah baru yaitu menurunnya daya beli konsumen dan munculnya ancaman dari perusahaan pesaing yaitu Teh Hi-Ci, Teh Kita, Teh Bintang, Teh Giju, dan Teh 2 Tang yang mengancam pangsa pasar Sosro dengan cara mencoba masuk pada jalur distribusi Sosro. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak langsung situasi krisis terhadap volume penjualan Teh Botol Sosro kemudian juga untuk mengetahui strategi dan taktik pemasaran yang dilakukan oleh pihak Sosro di PT. Saranasangga Mekarluhur-Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara sengaja (purposive) kepada nara sumber yang bergerak pada bidang pemasaran di PT. Saranasangga Mekarluhur-Jawa Barat, serta melalui observasi langsung di wilayah Bandung, selain itu untuk gambaran penjualan Teh Botol Sosro pada periode sebelum masa krisis (tahun 1995-1997) dan pada masa krisis (tahun 1997-2001) digunakan analisis Trend dengan menggunakan analisis Trend debgab persamaan Y = a bx.
Periode sebelum krisis (tahun 1995-1997) menghasilkan persamaan dan pada periode masa krisis (tahun 1998-2001) menghasilkan persamaan garis . Jika dilihat nilai b pada kedua periode tersebut terdapat perbedaan yang tidak terlalu jauh dan tidak terlalu mencolok, hal ini membuktikan bahwa perusahaan Sosro mampu mempertahankan pertumbuhan penjualannya walaupun pada masa krisis. Dari hasil penelitian di PT. Saranasangga Mekarluhur sebagai perwakilan Sosro di Bandung, tetap memilih bertahan, menitikberatkan aktivitas pemasaran pada sasaran yang telah dikuasai (pelanggan), begitu pula dengan strategi dan taktik pemasaran Sosro dalam situasi krisis juga ditekankan pada upaya mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Selain itu pihak Sosro juga selalu memantau otlet-otlet Sosro dari pengaruh pesaing (competitor) yang berniat menggantikan Teh Botol Sosro.
Trik Teh Botol Merakit Market Share
Penjualan lewat pedagang kaki lima masih menjadi unggulan dalam merebut pasar. Menyebut teh botol yang terbayang pertama adalah Teh Botol Sosro. Setelah itu diikuti oleh merek-merek lainnya. Seperti Frestea, Tekita, Lipton Ice, Hi-C. Yang tampak menonjol berkampanye iklan adalah Sosro dan Freste. ''Apapun makanannya, minumnya teh botol Sosro.'' Iklan itu yang berulang kali muncul di layar televisi dan media cetak. Bahkan, belakangan saat kampanye presiden, iklan itu diplesetkan oleh salah satu calon. Frestea beriklan dengan cara testimoni.
Melalui selebritis tenar teh botol yang diproduksi oleh perusahaan Coca Cola bekerja sama dengan Nestle ini menampilkan kesaksian konsumen yang merasakan teh dalam botol yang ditutup kemasan botolnya. Kembali ke iklan Sosro. Iklan tersebut seakan menegaskan bahwa minuman teh sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan setiap kali seseorang makan, terutama di luar rumah. Bila sebelumnya hanya bisa dinikmati di rumah-rumah makan, atau warung, tanpa disadari sejak 30 tahun lalu teh itu dapat dijumpai di jalan raya dalam kemasan botol. Bahkan teh tidak hanya sebagai penawar dahaga, di berbagai acara resmi teh menjadi minuman alternatif selain air mineral. Bertambahnya penduduk juga membuat pangsa pasar bisnis minuman teh ini melar. Teh botol Sosro, yang menjadi pionir bisnis teh dalam botol, menguasai sebagian besar pasar yang ada. Munculnya Lipton Ice Tea, Hi-C, hingga Frestea belum mampu menggoyahkan posisi Sosro. ''Persaingan yang paling menarik di Indonesia adalah teh,'' komentar Taufik, staf peneliti MarkPlus&Co. Menurutnya, persaingan pertama adalah bisnis air mineral, diikuti teh, dan soft drink berkarbonansi di posisi ketiga. Kompetisi teh disebut menarik karena Coca Cola sudah 70 tahun beroperasi di Indonesia tapi membesarkan pasarnya relatif tidak sukses. Ia masih kalah dibanding dengan teh atau air mineral. Ini berbeda dari kondisi di AS di mana Coca Cola lebih dominan. Di Indonesia Coca Cola dan Pepsi memiliki produk air mineral juga. Coca Cola membeli Ades, Pepsi mempunyai Tekita. Bisa jadi itu ada hubungannya dengan selera makan terhadap daging. Selera orang orang Filipina dan Thailand, misalnya, berbeda dari orang Indonesia. Di kedua negara tersebut orang makan daging sapi dan daging babi. Sehingga, minuman karbonansi atau alkohol menjadi pelengkap yang pas. Inilah mengapa penetrasi minuman berkarbonasi di sana sudah lebih tinggi dibanding Indonesia. Sementara itu orang Indonesia lebih menyukai daging ayam, atau ikan yang lebih lunak.
Sedangkan daging sapi dan kambing kurang disukai. Walau demikian, penjualan minuman berkarbonasi di beberapa wilayah seperti Manado atau Bali cukup tinggi. ''Di Manado pada saat Natalan orang menyimpan Coca Cola sampai ber-krat-krat (kotak dari plastik). Teh botol di sana bisa kalah,'' kata Taufik memberikan contoh. Menurut data, seperti dikutip Taufik, market share Sosro lebih dari 75 persen. Frestea, yang berupaya mengadopsi teh yang cocok di pasar Indonesia, meraih belasan persen. Teh botol Hi-C, yang merupakan produk Coca Cola, juga pernah diluncurkan tapi tidak cocok. Teh Sosro, karena datang lebih awal dan rasanya dianggap pas, akhirnya menjadi standar. Baunya dianggap 'normal.' Sementara Frestea disenangi oleh orang-orang tertentu, namun bagi sebagian orang lainnya rasa wangi melati menjadi masalah.